Sabtu, 03 November 2012

Janin Di Perut Annisa ( cerpen 4 )



JANIN DI PERUT ANNISA

                    “Dia mungkin hamil,”bisik salah satu ibu pengunjing pada teman di sebelahnya sambil memonyongkan bibir ke arah perempuan berjilbab panjang hingga menutup perut dan bokongnya.
                    “Mungkin,jilbab panjangnya hanya untuk menutup perutnya yang sudah membesar,”temannya menambahkan kemungkinan dari lidah tajamnya.
                    “Iya,lihatlah cara jalannya,tangannya sellalu dimasukkan ke dalam selendangnya yang panjang.” Lidah-lidah mereka mulai fasih membicarakan andaian mereka sendiri.
                    “Masa’? Setau ku dia gadis baik-baik,tidak pernah aku melihat dia bersama lelaki bukan mahramnya,”kata ibu berbaju ibu pula.
                    “Ah anak sekarang buk,diluar telihat baik,di dalam siapa yang tahu?!” Kilah ibu pengunjing pertama tadi. Mereka sangat asyik dengan topik mereka. Topik kehamilan dari seorang perempuan berjilbab panjang.
                                                          . . .

                    Annisa baru pulang dari mengajar mengaji. Bundanya masih duduk menjahit beberapa pasang baju tempahan tetangga.
                    “Assalamu’alaikum Bun,”ucapnya mencium tangan bunda.
                    “W’alaikumsalam Annisa,”balasnya. Tangannya kembali memegang baju jahitan. Annisa duduk di kursi seraya merapikan buku-buku yang berserakan di atas meja.
                    “Nisa..”
                    “Ya Bun,”Nisa menoleh.
                    “Kamu dengar tidak desas desus di kampung ini?” Bunda mengangkat bicara.
                    “Desas desus apa Bun?”
                    “Tentang kamu sedang hamil,’’jawab bunda agak sedikit ragu. Nisa tesenyum dan menghampiri bundanya.
                    “Bunda,biar saja mereka bicara apa saja tentang Nisa,kita tidak bisa menutup mulut mereka,tapi kita bisa menutup telinga kita,”ujar Nisa menenangkan hati bunda. Dia tahu desas desus bahwa dirinya sedang hamil membuat keluarganya resah. Lebih-lebih lagi bundanya. Hati orang tua mana yang tidak resah kalau anak gadisnya hamil,luar nikah pula. Mendengar kata anaknya bunda hanya diam dan mengangguk. Dia percaya pada Annisa,buah hati kesayangannya. Annisa seorang gadis yang soleha,sangat mengerti agama. Bisa membedakan yang benar dan yang salah. Mustahil Annisa melakukan hal diluar batasan. Dari kecil dia sudah ditanamkan agama yang kokoh. Kekokohan agama tersebut tidak akan mudah roboh. Bundanya sangat yakin itu.
                                                                                . . .
                    Berita kehamilan Annisa telah tersebar di seluruh kampungnya. Namun Annisa tetap melakukan aktivitas biasanya tanpa menghirau omongan orang. Dia tidak mempedulikan mata-mata tajam yang tertuju pada perutnya yang sama sekali tidak membuncit.
                    “Aku yakin dia hamil.”
                    “Iya,perutnya mulai membuncit.”
                    “Tak aku sangka Annisa gadis yang kotor.” Berbagai celaan dan fitnah terus meluncur dari mulut-mulut mereka. Sampai-sampai orang tua yang meminta Annisa mengajar anak-anaknya mengaji pun memberhentikan Annisa.
                    “Buat apa anakku diajar oleh gadis penzina seperti dia.” Begitu kata kotor yang terlontar dari mulut mereka. Meski dicaci dan difitnah,Annisa tetap diam dan tawakkal.
                                                                                . . .
                    Sore itu Annisa yan sedang beres-beres rumah tiba-tiba jatuh pingsan. Bunda langsung membawanya ke rumah sakit. Setelah diperiksa ternyata ada benjolan di dalam perut Annisa. Dokter menyarankan supaya di USG. Karena khawatir dengan keadaan Annisa,bunda menyetujuinya.
                    Hasil USG sangat mengejutkan. Benjolan itu bukan tumor,bukan pula sejenis penyakit lainnya. Tapi benjolan itu adalah janin berusia dua minggu. Annisa tidak bisa menahan air mata,dia tidak mengerti mengapa ada janin di perutnya.Sedangkan dia tidak pernah bergaul dengan bukan muhrimnya. Berita kehamilan yang kemari hanya sekedar rumor kini benar-benar terjadi. Ibu-ibu pengunjing semakin bersemangat menceritakan aib orang lain.
                    “Wanita jalang.”
                    “Kerudung hanya dibuat sebagai tameng maksiat.”
                    “Hahaha .. wanita munafik.” Mereka merasa diri mereka suci sehingga mereka dengan gampang mengeluarkan kata-kata yang tak sepantasnya dikatakan.
                    Hati Annisa benar-benar hancur. Siapa yang percaya bahwa dia masih perawan? Siapa yang percaya bahwa dia tak pernah tersentuh tangan-tangan jalang? Tidak ada. Semua sibuk memakinya.
                    Malam. Di kamar yang penuh ayat-ayat indah sebagai hiasan dan kata-kata penyejuk kalbu sebagai motto hidup,Annisa bersimpuh menghadap Sang Khalik. Disela-sela zikir,air mata mulai menetes. Tetes-tetes air mata itu bukanlah tetes air mata penyesalan,bukan pula kesediahan. Tapi air mata kecintaan kepada Ilahi. Air mata itu pula yang menyampaikan tentang sesuatu di dalam hatinya. Sesuatu yang tak bisa ia luahkan pada siapapun.
                    “Ya Rabb,hamba-Mu ini bukanlah seorang gadis sesuci Maryam,yang hidup hanya beribadah pada Mu.
Sedikitpun aku tidak bisa menyamakan diri dengan kesuciannya.
Aku hanya berusaha menanam cinta yang tak ada akhirnya.
Ya Rabb,sekarang ada sebuah cerita yang tak bisa ku pahami.
Ada rasa terkilan di hatiku.
Mengapa ada janin tumbuh bersama diriku?
Bernapas saat aku bernapas.
Sedang aku tidak pernah tersentuh dan menyentuh lelaki bukan makhramku.
Aku tak ingin menjadi Maryam.
Bukan karna aku tak ingin menjadi dia.
Tapi aku tak layak menjadi wanita soleha itu
 Karena aku bukanlah gadis setabah dia.
Ya Rabb,adakah cerita lain yang bisa ku pahami?”
                    Air mata Annisa terus mengalir bersama butir-butir zikir yang dia ucapkan. Malam terasa berlalu terlalu cepat. Sayup-sayup suara terindah dari masjid membangunkan manusia dari peraduan dan mimpi sesaat. Suara itu pun membangunkan Annisa. Namun,kali ini tak seperti biasanya. Matanya terasa susah dibuka. Pelan-pelan ia membuka matanya. Putih. Di sekeliling yang dilihatnya hanya berwarna putih. Bersih. Lalu,dia melihat dua orang dengan berpakaian indah tersenyum padanya. Senyuman di bibir keduanya menghilangkan semua keraguan Annisa.
                    “Assalamu’alaikum Annisa,”ucap keduanya.
                    “Wa’alaikumsalam,”balas Annisa. Senyumnya mengembang.
                    Ya Ilahi,aku mulai mengerti cerita ini.

                                                                                                                                Karya: Lidya A.Tina
                                                                                                                                Bengkalis

2 komentar:

Unknown mengatakan...

jadi inget waktu aq hamil dulu sis, walau keguguran tapi aq bangga sempat bisa hamil. alhamdulillah

oiya, join blog aq juga ya ^^

jhia mengatakan...

yang sabar ya sis, pasti ad hikmah dsbaliknya..
btw,tq udh mampir.
ok.
:)

Posting Komentar

tinggalkan jejak anda.

Template by:

Free Blog Templates