Jumat, 24 Februari 2012

2 4 4 3 4 (cerpen 3)


                                                                      2 4 4 3 4
Lelaki tua itu tengah sekarat. Nyawa terus terkinjang-kinjang  tak menghiraukan kesakitan yang dirasakan orang tua itu. Sebentar ke tenggorokan sebentar ke perut kemudian naik lagi begitu seterusnya.
“Hahahaha..” Nyawa tertawa. “Rasakan ini orang tua,rasakan pembalasan ku,”sambungnya lagi.
“Setan kau,kalau kau ingin pergi,pergi saja,tidak perlu kau mempermainkan ku,bangsat,”maki lelaki tua itu kepada Nyawa.
“Dasar orang tua tidak tahu diri,aku cukup setia menemani mu selama tujuh puluh tahun,tapi tak pernah kau hargai,sekarang rasakanlah bagaimana rasa sakit yang aku rasakan selama bersama mu.”
Nyawa kembali mempermainkan batin orang tua itu. Melangkah pelan ke tenggorokannya lalu berlari ke perutnya. Mata lelaki tua itu terbeliak menahan sakit.
                “Hahahhaaa,”tawa Nyawa.
                “pergi kau,”teriak orang  tua itu lagi.
                “Tidak semudah itu orang tua,”kata Nyawa.
                                                                                *
                Pak Mohan,begitu orang-orang memanggilnya. Dia adalah duda kaya di kampungnya. Rumahnya besar,hartanya melimpah,tapi sayang dia tidak pernah membelanjakan hartanya ke jalan yang benar,umurnya yang sudah mencecah kepala tujuh pun tidak pernah dimanfaatnya. Dia sering mabuk-mabukan,main perempuan,berjudi,dan sebagainya. Dia tidak sadar kalau semua yang ia lakukan itu sangat membuat Nyawa menjadi sakit. Setiap hari Nyawa berdoa agar Allah mengizinkannya pergi meninggalkan Pak Mohan. Tapi,doanya belum juga dikabulkan,terpaksa dia tetap menemani keseharian pak Mohan yang benar-benar menyiksanya.
                “Sobat,apakah kau tahu kapan Tuhan kita mengizinkan aku pergi?” tanya Nyawa pada sahabatnya saat sahabatnya itu mengunjunginya.
                “Aku tidak tahu sobat,tapi rasanya tidak lama lagi,”Sahabatnya tersenyum sambil menepuk bahu Nyawa. “Sabarlah,”sambungnya lagi memberi semangat. Nyawa hanya tersenyum tipis.
                “Aku benar-benar sudah lelah sobat,lihatlah  diri ku ini sangat kotor akibat ulahnya.”
                “Aku tahu itu sobat.”
Nyawa menunduk sedih.
                “Eh,sepertinya dia mau terjaga,aku harus pergi dulu sobat,aku takut dia melihat kita nanti,” kata sahabat Nyawa dan berlalu pergi. Dengan langkah lesu Nyawa mendekati pak Mohan dan membangunkannya.
                                                                                *
                Seperti malam-malam biasanya pak Mohan berjalan terhuyung-huyung menuju pulang,botol minuman keras masih di tangannya. Sesekali ditengguknya minuman itu. Dia terus berjalan dan mengoceh sendiri. Kadang – kadang dia ketawa terbahak-bahak dan menunjuk – nunjuk tak jelas.
                Di depan masjid dia bertemu dengan Ustad Yahman yang juga mau pulang.
                “Darimana kamu Mohan?” tanya Ustad Yahman. Pak Mohan dan Ustad Yahman adalah teman baik waktu di perguruan tinggi dulu,mereka sama-sama suka dugem,mabuk-mabukan persis seperti yang dilakukan pak Mohan sekarang,tapi Ustad Yahman lebih beruntung daripada pak Mohan. Dia lebih cepat mendapat hidayah,sedangkan pak Mohan masih sibuk dengan kenikamatan dunia yang fana ini,tidak pernah dia mencoba untuk berubah.
                “Eh pak ustad,”katanya dengan nada mengejek. “Biasa Tad,enjoy,”jawabnya sambil kembali meneguk minuman itu dari botolnya.
                “Astaghfirullah Han,ingatlah kepada Allah. Umur kita di dunia ini sangat singkat. Bertobatlah Han selagi Dia masih membuka pintu taubat.”
                “Hahahhaa,jangan munafik kau Man,kamu bilang begitu karna takut gelar ustadz mu dicopotkan.”
                “Tidak,aku menasehatimu karna aku masih menganggap kamu adalah teman ku.”
                “Man Man,apa sih yang kau dapat dari menjadi orang baik ha? miskin tetap aja miskin,susah tetap aja susah,ni ya Man lebih baik kita jalani hidup seperti kita dulu. Hidup di dunia cuma sekali Man,jadi enjoy aja,”oceh nya.
                “Iya,hidup di dunia cuma sekali tapi hidup setelah mati itu abadi. Apa yang akan kita bawa sebagai bekal. Amal apa yang akan kita persembahkan dihadapan Allah? Harta kekayaan tidak menjamin kita selamat disana kelak,”nasehat ustadz Yahman.
                “Sudahlah Man ,lagipun kita tidak bertemu Tuhan,apa kau pernah bertemu dengan-Nya?” tanyanya mengejek.
                “Aku sering bertemu dengannya karna  Dia ada di dalam hatiku dan bahkan aku setiap hari “menelpon”-Nya.”
                “Hahahahhaaa Man,ternyata kau lebih mabuk dari ku,mana ada yang bisa menelpon Tuhan.”
                “Bisa,tapi haruslah dengan hati,pikiran dan tubuh yang bersih.”
                “Ayo katakan pada ku berapa nomornya,aku mau minta uang yang banyak biar aku bisa membeli minuman dan wanita-wanita yang cantik,” katanya seraya mengeluarkan Handphone dari saku celananya. Ustadz Yahman hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
                “2 4 4 3 4,hubungi Dia kalau kamu udah bersih,” ustadz Yahman pun berlalu pergi. Hatinya sangat sedih karna tidak bisa menasehati temannya. Sementara pak Mohan sibuk memencet-mencet tombol angka di HP nya.
                “2-4-4-3-4,”ejanya lau menekan tombol memanggil.
Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi,mohon periksa kembali nomor tujuan anda.
Berkali-kali diulangnya tetap saja suara itu yang terdengar.
                “Eh Yahman,kau memang benar-benar sudah gila,otak mu miring,” teriaknya sambil ketawa keras. Teriakan pak Mohan masih terdengar oleh Ustad Yahman.
                “Mengapa kau tidak mengerti Han?” sesal ustadz Yahman dan terus melangkah pergi.
                                                                                    *
                Keesokan harinya pak Mohan tersentak bangun karena merasa haus yang sangat. Dia mencoba berdiri tapi kepalanya masih terasa sakit,badannya lemas. Dia kembali tertidur.
                “Sobat,kali ini aku datang membawa berita bahagia untukmu,”kata sahabat Nyawa.
                “Apa itu sobat?” tanya Nyawa penasaran.
                “Tuhan kita memerintah ku untuk menjemputmu pergi.”
                “Benarkah?” tanya Nyawa seakan tak percaya kalau akhirnya tiba saat yang telah lama dia nantikan.
                “Iya,sungguh,”kata sahabatnya meyakinkan.
                “Baiklah,kalau begitu biarkan aku bermain-main dengan orang tua ini dulu. Dia harus merasakan bagaimana rasa sakit yang aku tanggung selama aku bersamanya sebelum dia menghadap Tuhan kita.”
                “Tentu saja,” jawab sahabatnya.
Nyawa pun memulai aksinya,dia dengan senangnya terkinjang-kinjang di dalam tubuh lelaki tua  itu.
                                                                                                ***



Penulis: Lidya A.Tina
Februari,2012

0 komentar:

Posting Komentar

tinggalkan jejak anda.

Template by:

Free Blog Templates