TAK BERNAFAS DALAM
KERINDUAN
Hujan
mengguyur kota Bengkalis akhir-akhir
ini.Langit tak henti-hentinya menangis,entah apa yang ditangisinya,aku pun tak
tau. Mungkin sedih melihat manusia makin tersesat atau mungkin menangisi kiamat
yang mulai dekat. Ah..entahlah,aku tidak mau berandai-andai.
Aku
terpaku melihat rintik hujan membasahi jalan. Alangkah indah karunia Tuhan,gumamku
dalam hati. Dinginnya merayap-rayap keseluruh tubuhku,sangat dingin.Rasanya
ingin menarik selimut lagi tapi tentu saja tak bisa ku lakukan karna pekerjaan
tak mengizinkan ku tidur lagi.
Seperti
biasa,aku duduk menunggu pasien datang. Aku bukan dokter , hanya karyawan
disini. Sudah satu jam buka tapi belum ada pasien yang datang. Mungkin mereka
sudah sehat semua. Syukurlah kalau begitu.
iets..tunggu,aku
sepertinya melihat Wahyu di dalam truk itu. Semakin menghampiri,dan berhenti di
depan tempat praktek Dokter ini. Kepala ku celengak-celenguk melihat
keluar,ternyata memang benar dia. Dia menuju ke arah ku.
“kenapa
kamu Wah?” tanyaku seraya melihat darah di kelopak mata sebelah kanannya.
“aku
tertabrak Ain,” jawabnya.”Dokternya ada?”meraba-raba matanya.
“ada
ada,tunggu sebentar”kataku lagi sambil menulis keterangannya. Aku tak perlu
menanyakan lagi padanya,karna aku tahu tentang dia,secara dia itu kan teman ku
waktu sekolah SMA ,sekampung lagi.
Tak
berapa lama Dokter pun masuk ke ruang praktek.
“masuk”
kataku . Diapun masuk,kebetulan sedang tidak ada pasien jadi dia tidak perlu
antri.
“kenapa?”
ku dengar Dokter bertanya.
“Tertabrak
bang.”
“baring.” Dia menurut.
Aku
melihatnya disebalik pintu,”kamu mau kemana wah?”
“mau
ikut ujian ‘In.”
“pejamkan
mata” kata Dokter . Dia membersihkan darah di tempat luka.
“Perih,”rintih
wahyu.
“tahan
sedikit ya.” Masih membersihkan luka. Lalu diberikan plaster dan betadin.
“udah
selesai” kata Dokter. Wahyu pun bangun lalu mengambil obat.
“terima
kasih bang”katanya. “’in,aku duluan.” aku hanya tersenyum.
*
*
Aku
tersandar di kursi sambil memandang obat-obatan yang tersusun rapi di rak kaca.
Mataku sungguh berat hari ini,beberapa kali ia terpejam sendiri. Hampir saja
terlelap. Ku paksa membukanya,walaupun sulit sekali. Terpejam lagi. Cepat-cepat
aku mengatur posisi dudukku. Kini duduk dengan badan badan tegak. Aku mencoba
menahan mata yang serasa dibebani beban 100 Kg.
Obat-obat
yang ada dihadapanku seolah-olah menertawakanku. Berbisik-bisik sesamanya
menceritakan tentang aku hari ini yang letoi.
Ingin aku memarahi mereka,tapi ah sudahlah,toh mereka hanya seonggok obat-obatan
yang sebentar lagi akan diberi kepada pasien,diminum dan hancur. Ku pilih untuk
diam saja,masih melihat mereka satu persatu. Bermacam-macam jenis obat ini
untuk berbagai jenis penyakit pula.
Ku
jengah pasien yang sedang diperiksa
dari pintu,belum keluar. Duduk lagi. Lima menit,sepuluh menit dia belum keluar
juga. Mungkin mereka sedang chek up kolestrol,gula darah,dan entah apalah
namanya lagi,aku pun tidak hafal betul.
“Aini..”Dokter
memanggilku. Aku menemuinya.
“Bukakan,kalau
saya bilang buka ya.” Aku mengangguk mengiyakan. Dokter A chiang mengusap-usap
lengan pasien itu dengan kapas dibasahi alkohol. Dia mencari pembuluh
darah,dirabanya sampai ketemu. Dimasukkan jarum suntik kedalam pembuluh darah
itu,disedot perlahan. Melihatnya saja aku sudah ngeri,sebenarnya tidak terlalu
sakit,cuma jarum itu yang membuat ku ngeri.
“Buka.”
perintahnya. Cepat-cepat ku tekan tombol pembuka. Ku tahan dengan kapas darah
yang keluar dari tempat disuntik tadi.
“Datang
sekitar setengah jam lagi ya buk,”kata Dokter A chiang kepada buk Anita,seperti
yang ku baca sepintas dikertas urutan pasien.
“Baik
Dok,”jawabnya.
“Stop
dulu ya,saya mau ke labor.”Kata Dokter seraya membawa sampel darah pasien ke
labor. Aku hanya mengangguk.
Aku
kembali duduk di ruang kerjaku. Pikiran ku sebu.
Aku tidak dapat berpikir apa-apa. Air mata ini keluar dengan sendirinya,ada
perasaan hampa menyerang hatiku.Ada kerinduan berbaur kehampaan. Ku seka
airmata ku,tapi ia mengalir lagi seakan tak mau berhenti.
*
*
“Ain,”
begitu teman-teman memanggilku.”Kamu tidak pulang hari ini?”tanya kak Ria
padaku. Ini jam istirahat,jarak tempat kerja dengan rumah ku 10 Km,makanya aku
jarang pulang. Aku istirahat disini saja.
“Tidak
kak,”jawabku singkat. Badan dan otak ku betul-betul lemas. Aku kembali masuk ke
ruang kerja. Prednison,dexamethason,piracetam,trimethoprim,ketoconazolum,dan
entah apa lagi kandungannya. Ku cari obat untuk penenang saraf yang tegang tapi
tidak satupun ku temui,entah aku yang tidak tau kegunaan obat-obat
itu,hmm..mungkin saja. Perasaan tadi kembali menyerang ku. Mutiara itu berderai
lagi. Ah..aku sangat benci begini,aku benci perasaan ini.
*
*
Pukul
9 malam,aku sudah sampai di rumah. Ku hempaskan tubuh di atas kasur,melepaskan
penat yang kurasa hari ini. Benar-benar lelah. Aku pun terlelap.
*
*
“Aini,”suara
memanggil namaku. Ku sapu pandangan keseluruh penjuru,tak ku temukan orangnya.
Tempat ini begitu asing bagi ku,luas tapi gersang. “Aini.” terdengar lagi kali
ini lebih keras.
“Siapa?”
tanyaku dengan lantang.
“Aku
kerinduanmu.” dari arah belakang ku. Ku putar badan untuk melihatnya. Kosong.
“Aku
yang kau rindu.” suara itu kembali terdengar. Aku masih mencari arah suara
itu,tapi tak ku jumpai seorangpun.
“Siapa?”
suaraku terasa tersenggat ditenggorokan,tubuhku menggigil,airmataku keluar.
“Siapa?”
ulangku.
“Aku
kerinduan mu”
“Aku
yang kau rindu.” Dadaku mulai sesak,kejang. Ku tutup telingan dengan telapak
tangan. “Pergi..pergi...,” teriakku menangis.
“Aku
kerinduan mu.”
“Aku
yang kau rindu.”
“Diaaaaam..,”
lolongku. Aku berlari,terus berlari,suara itu terus mengikuti. Ku cepatkan
langkahku. Berlari,terus,sampai ku temui segerombolan orang-orang yang sedang
berduka. Di depan mereka ada mama sedang menangis histeris. Aku senang
bercampur heran. Kuhampiri mereka,tak ada yang menoleh padaku.
“Ma..,”
sapaku. Dia diam seolah tak mendengar. Ku toleh nisan yang sedang mama usapkan.
Tertulis “AINI BIN AHMAD”,aku benar-benar kaget,air mata ku tak dapat dibendung
lagi.
“Tidaaaaak,”
teriakku. “Mama,ini aku,aku belum meninggal,” kataku sambil menggoyang-goyang
tubuh mama. Tak tersentuh. ku coba lagi,hanya sia-sia. Aku benar-benar tidak
percaya. Aku berlari,masih berlari,terus berlari.
***
***
Karya: Lidya A.Tina
Bengkalis
Bengkalis
10 komentar:
imaginasi yang tinggi, tapi aku sedikit bingung. seperti ada alur cerita yang putus sebelum sampai pada akhir cerita..
Tetap berkarya jhia :)
mantabbb na gaya penulisan mu, wahyu sedan kah itu?
@GELleng,makasi atas komentarnya gan..
saya sangat senang jika agan bisa trus ngomen karya saya.. :)
@uun,hahhaha
thanks sob.
ho'oh,wahyu sedan tu..
Aku 2 kali baca tp kok masih bingung ya ngikuti alurnya, apa krn blm ngopi ya ? Ok deh ngopi dulu ntar dibaca lagi...
@KANG JO,wuahahaha
iya tuch,buruan lah ngopi,ntik baca lagi,..
jhia, bukan berarti komentar aku bener lho..
Buat sobat: @32NN, @Kang Jo salam kenal aja, kapan-kapan main ya ke blog sederhana aku, mohon kritik dan sarannya..
terima kasih.. :)
@gelleng,opini mu pasti benar kok gan,kan yg baca agan,n opini itu berdsrkan sudut pandang agan.
jdi,JIA sangat menghargai setiap opini2 agan semua..
:)
waduh si ain sudah mati yak?? apa cuma mimpi..
kasihan suster aini.
Suatu karya yg patut untuk di kembangkan
pengen bisa bikin cerpen tp g bakat saya hehehe...
thank's atas kunjungannya di blog saya kemaren
@fazri,iya gan,begitulah kira2..xixixi
thanks follow nya,folbacnya udah sukses tuch..
salam kenal yak..
@inuk,terus berlatih aja gan,pasti bisa.
sama2,sxan aja folbacnya gan..hhoho
salam kenal yak..
Posting Komentar
tinggalkan jejak anda.